Jumat pagi ini diawali dengan dangdutan. Itu yang terjadi, setelah masuk tempat parkir lagu-lagu itu mengalun berduyun-duyun. Setelah absen, aku bersiap-siap untuk memasuki lapangan, karena hari ini hari Juma'at jadi jadwalnya pagi ini adalah olahraga di kantor. Senam belum dimulai, namun lagu-lagu itu masih terngiang begitu keras dan semangatnya. Kulihat sosok salah satu atasanku, yang memang "gokil" abis. Dia berdendang, mengangkat kedua tangannya ke atas, dan bergoyang. Bak menonton konser dangdut. Tak ayal semua orang yang melihatnya pun tertawa terkekeh-kekeh melihat tingkahnya. Seorang laki-laki yang notabene adalah atasan di kantor melakukan hal itu. Serasa membiarkannya larut dalam goyangannya, kami pun hanya melihat dan mengacungkan jempol kepada si Bapak ini. Hanya ada dia di lapangan, tak ada orang lagi. yang lain masih lengket duduk di pinggir lapangan. Dan.....
Musik pun berhenti, lagu yang dinyanyikan Ayu Ting Ting itu pun menghentikan "goyangan pinggul" nya. Kagetnya, dia mengikuti gaya Jaja Miharja yang ada di salah satu program televisi jaman dulu, acara dangdut yang kalau musiknya berhenti maka goyangannya juga ikut berhenti. Dalam pose yang "parah" (kalau aku bilang), si Bapak ini menghentikan goyangannya. Tertawa lah semua terbahak-bahak. Hingga tingkahnya itu cukup membuat acara senam menjadi molor karena instruktur nya juga ngeliatin Bapak ini.
Senam pun usai.
Saatnya berkumpul menikmati sedikit jus jambu dan cemilan ala kadarnya dari kantor, sambil bercengkerama dengan rekan-rekan yang lain. Bapak ini masih saja semangat meski keringatnya bercucuran gara-gara kebanyakan joget. Dengan teriak, si Bapak bilang " weekend badminton ya!"
Yaa, inilah salah satu atasan ku yang concern dengan olahraga, disaat mayoritas para gadis, ibu-ibu dan tante-tante ini takut bedaknya luntur, takut kepanasan namun si Bapak ini tetap menyulutkan semangat berolahraga nya padaku.
Kamis, 27 Oktober 2011
Senin, 24 Oktober 2011
terperanga melihat SAHIY...
Beberapa waktu lalu, air mataku meleleh saat melihat salah satu PILDACIL yang menangis karena kekagumannya pada sosok Ayahnya setelah kekagumannya atas Rasulullah SAW. Meski sang ustadzah meminta sebaiknya dia menyebutkan kedua orang tuanya bukan hanya Ayah, namun tetap saja aku tetap terharu. Dia menangis mengingat Ayahnya, Dia menangis mengingat memori kenangan nya bersama Ayah. Sang ustadzah berkata," Jika ALLAH SWT mengabulkan doamu saat ini, apa yang akan kamu katakan?"
Dengan fasih dan air mata yang masih lumer di pipi mungilnya Dia melantunkan doa dalam bahasa Arab dengan begitu lancarnya. Subhanallah.
Seorang anak berusia 7 tahun mampu melakukan itu semua yang untukku adalah sebuah hal yang WOW!, dia bertausiyah, dia berani, dia memandang orang-orang dengan tegasnya, dia melantunkan hadist dan ayat dengan begitu merdunya, dia melantunkan doa untuk kedua orang tuanya dengan mata berair. SUBHANALLAH!
Sungguh beruntung orang tuanya, bagaimana orangtua ini mendidik anaknya?bagaimana orang tua ini memperlakukan anaknya? bagaimana orang tua ini menyayanginya dalam lindungan Islam?
Inikah anak yang akan dapat meringankan Ayah Ibunya kelak di akhirat? Anak seperti inikah?
..................
Dalam sebuah halaman buku yang sedang ku baca,intinya...
kehancuran dan keberhasilan anak ada dalam setiap doa ibu bapaknya. Ada namaku disebut dalam setiap doa Ibuku, itu yang selalu aku utarakan.
Ya Robb, ini beban berat untukmu wahai wanita, untukku, menjadikan seorang anak qurrota 'ayun.
Mempersiapkan sebaik-baiknya, meski aku sendiri tak tahu apakah aku diberikan kesempatan untuk mengalami itu semua.
Ya robb, ada atau tidak ada kesempatan itu, aku akan tetap belajar untuk nya. Untuk anak qurrota 'ayun itu....
Dengan fasih dan air mata yang masih lumer di pipi mungilnya Dia melantunkan doa dalam bahasa Arab dengan begitu lancarnya. Subhanallah.
Seorang anak berusia 7 tahun mampu melakukan itu semua yang untukku adalah sebuah hal yang WOW!, dia bertausiyah, dia berani, dia memandang orang-orang dengan tegasnya, dia melantunkan hadist dan ayat dengan begitu merdunya, dia melantunkan doa untuk kedua orang tuanya dengan mata berair. SUBHANALLAH!
Sungguh beruntung orang tuanya, bagaimana orangtua ini mendidik anaknya?bagaimana orang tua ini memperlakukan anaknya? bagaimana orang tua ini menyayanginya dalam lindungan Islam?
Inikah anak yang akan dapat meringankan Ayah Ibunya kelak di akhirat? Anak seperti inikah?
..................
Dalam sebuah halaman buku yang sedang ku baca,intinya...
kehancuran dan keberhasilan anak ada dalam setiap doa ibu bapaknya. Ada namaku disebut dalam setiap doa Ibuku, itu yang selalu aku utarakan.
Ya Robb, ini beban berat untukmu wahai wanita, untukku, menjadikan seorang anak qurrota 'ayun.
Mempersiapkan sebaik-baiknya, meski aku sendiri tak tahu apakah aku diberikan kesempatan untuk mengalami itu semua.
Ya robb, ada atau tidak ada kesempatan itu, aku akan tetap belajar untuk nya. Untuk anak qurrota 'ayun itu....
Selasa, 18 Oktober 2011
Gara-gara kotak ajaib
" Mi, apa aku dulu pernah tertukar sewaktu bayi?" sambil terkekeh aku bertanya.
"Tertukar?! maksudnya?" ibuku kaget.
Gara-gara tontonan televisi yang isinya *tuker-tukeran*, aku jadi terkontaminasi. Dari beberapa judul sinetron yang ada di stasiun TV, konon ceritanya anak tertukar tukar saat bayi. Entah sengaja ditukar ataukah memang benar-benar tertukar, selalu saja ada alasan sutradara ini. Kalau bukuan anak yang tertukar ya saudara kandung. kisah percintaan yang gag jelas juntrungannya. wwkkwkwwk.....
Hal itu yang membuat malas menonton, karena alur ceritanya sudah ruwet gag jeelas. Udah tau mau tamat, eh bikin cerita aneh-aneh lagi. Bosan jadinya.
Mendingan nonton lawak, biar bisa ketawa. Bukan ngilangin stress tapi nambah stress. hehehehhe....
Nonton berita juga isinya politik yang gag jelas, reshuflle inilah itulah...korupsi ini itu.
Kenapa jaman dulu, waktu alm. Pak Harto masih ada gag sekacau ini ya?
Kayanya semua terkendali. Trus apa yah yang bikin ini semua berubah sebenarnya?
Balik lagi ke TV, bayangin aja, tontonan sekarang jam pagi, subuh malah..yang biasanya dulu itu diisi kultum sekarang balapan tuh nongolnya sama acara gosip. Sekarang kita bisa nikmati acara gosip kapan aja, bahkan mungkin tiap kita pencet remote TV mesti ada tuh acaranya.
Parahnya lagi, anak-anak kecil usia 4 taon uda fasih nyanyiin lagunya boyband, hafal koreo nya 7icon, cherrybelle....toengtoeng!
Mereka jadi lebih cepat pinter ngomong gara-gara keseringan liat sinetron.
#Bablas sudahtontonan sekarang#
"Tertukar?! maksudnya?" ibuku kaget.
Gara-gara tontonan televisi yang isinya *tuker-tukeran*, aku jadi terkontaminasi. Dari beberapa judul sinetron yang ada di stasiun TV, konon ceritanya anak tertukar tukar saat bayi. Entah sengaja ditukar ataukah memang benar-benar tertukar, selalu saja ada alasan sutradara ini. Kalau bukuan anak yang tertukar ya saudara kandung. kisah percintaan yang gag jelas juntrungannya. wwkkwkwwk.....
Hal itu yang membuat malas menonton, karena alur ceritanya sudah ruwet gag jeelas. Udah tau mau tamat, eh bikin cerita aneh-aneh lagi. Bosan jadinya.
Mendingan nonton lawak, biar bisa ketawa. Bukan ngilangin stress tapi nambah stress. hehehehhe....
Nonton berita juga isinya politik yang gag jelas, reshuflle inilah itulah...korupsi ini itu.
Kenapa jaman dulu, waktu alm. Pak Harto masih ada gag sekacau ini ya?
Kayanya semua terkendali. Trus apa yah yang bikin ini semua berubah sebenarnya?
Balik lagi ke TV, bayangin aja, tontonan sekarang jam pagi, subuh malah..yang biasanya dulu itu diisi kultum sekarang balapan tuh nongolnya sama acara gosip. Sekarang kita bisa nikmati acara gosip kapan aja, bahkan mungkin tiap kita pencet remote TV mesti ada tuh acaranya.
Parahnya lagi, anak-anak kecil usia 4 taon uda fasih nyanyiin lagunya boyband, hafal koreo nya 7icon, cherrybelle....toengtoeng!
Mereka jadi lebih cepat pinter ngomong gara-gara keseringan liat sinetron.
#Bablas sudahtontonan sekarang#
Minggu, 02 Oktober 2011
Senin pagi penuh energi...
Pagi ini serasa ingin berdendang dan tersenyum. Tidak jelas dan pasti mengapa, tapi rasanya seperti itu. Mungkin memang berangkat kantor agak siang, hanya saja tak terburu - buru untuk segera sampai di kantor. Melewati pancaran sinar matahari di lapangan serbaguna di belakang rumah, merasakan dingin yang tak seperti biasa, panas terasa namun sejuknya juga mengena. Itu lah pagi ini. Belum sampai separuh perjalanan, lajuku tertahan oleh guyuran reruntuhan daun kering, ihirrrr...yang ini terasa seperti musim gugur. Hahahhaa,,meski tak pernah merasakan musim gugur yang sebenarnya. Peristiwa ini cukup mewakili.
Bertemu kembali dengan pasukan berseragam itu, merah, putih, abu dan coklat keki tentunya. Simfoni hari Senin. Semua berkutat dengan kesibukan di awal minggu, Sepertinya Senin selalu dengan image sibuknya. Namun ayo saja kita lalui bersama. Si pinkomagenta melaju dengan musuh-musuh nya. Hitungan trafig light dilibas saja sepertinya. Maklum saja dia baru saja berhasil menguras uangku untuk dia menginap di bengkel 2 hari. Tak apalah pikirku, karena dia selalu menemaniku kemana-mana, itung-itung memberikan dia refreshing. (galau parah). Di ujung restoran cepat saji selalu ku buka kaca helm, kulirik Pak Polisi yang kadang melihat sinis lampu motor yang lupa tak ku nyalakan. Selalu bertemu dengan mas-mas loper koran yang entah sejak pukul berapa memilkul kertas-kertas bertinta itu. semangat pagi yang benar-benar pagi sepertinya. Salut untuk mereka. Kantor terletak di ujung jalan seberang, ayolah " Cantik" kita hadapi hari Senin ini dengan riang. Sipp! Tak kudapati security langganan yang selalu mendapatkan senyum ejekanku, dia teman seperjuangan ku dari nol di kantor ini. Senyum ikhlas dan sekenanya kulemparkan untuk Si Bapak security ini. Tengok kanan kiri, mencari lahan teduh dan nyaman untuk Si pinkomagenta. Get it! Berposelah dia di tempat pilihannya, ku gantungkan jaket kulit hasil pinjaman Adikku (tepatnya kupinjam tanpa meminta ijinnya), Tak sengaja melihat bagian bawah tubuhku. Bangga dan memuji kaki sendiri, flatshoes ungu ini begitu mungil, cantik dan anggun di kakiku. Hehehehehehe....
Mari melewati hari dengan hati berseri, senyum terlontar dari dalam hati dan selalu menanamkan semangat pagi dalam diri.
Bertemu kembali dengan pasukan berseragam itu, merah, putih, abu dan coklat keki tentunya. Simfoni hari Senin. Semua berkutat dengan kesibukan di awal minggu, Sepertinya Senin selalu dengan image sibuknya. Namun ayo saja kita lalui bersama. Si pinkomagenta melaju dengan musuh-musuh nya. Hitungan trafig light dilibas saja sepertinya. Maklum saja dia baru saja berhasil menguras uangku untuk dia menginap di bengkel 2 hari. Tak apalah pikirku, karena dia selalu menemaniku kemana-mana, itung-itung memberikan dia refreshing. (galau parah). Di ujung restoran cepat saji selalu ku buka kaca helm, kulirik Pak Polisi yang kadang melihat sinis lampu motor yang lupa tak ku nyalakan. Selalu bertemu dengan mas-mas loper koran yang entah sejak pukul berapa memilkul kertas-kertas bertinta itu. semangat pagi yang benar-benar pagi sepertinya. Salut untuk mereka. Kantor terletak di ujung jalan seberang, ayolah " Cantik" kita hadapi hari Senin ini dengan riang. Sipp! Tak kudapati security langganan yang selalu mendapatkan senyum ejekanku, dia teman seperjuangan ku dari nol di kantor ini. Senyum ikhlas dan sekenanya kulemparkan untuk Si Bapak security ini. Tengok kanan kiri, mencari lahan teduh dan nyaman untuk Si pinkomagenta. Get it! Berposelah dia di tempat pilihannya, ku gantungkan jaket kulit hasil pinjaman Adikku (tepatnya kupinjam tanpa meminta ijinnya), Tak sengaja melihat bagian bawah tubuhku. Bangga dan memuji kaki sendiri, flatshoes ungu ini begitu mungil, cantik dan anggun di kakiku. Hehehehehehe....
Mari melewati hari dengan hati berseri, senyum terlontar dari dalam hati dan selalu menanamkan semangat pagi dalam diri.
Selasa, 27 September 2011
Tak pernah lari pena dari buku, dan tak pernah akan terpisah buku dengan toko buku itu
Sebaik - baik teman adalah buku..
Sebaik - baik sahabat adalah pena...
Ketika tak seorang pun ada untuk ku saat aku butuh telinga untuk mendengar semuanya, hanya ALLAH SWT yang mampu melakukannya. Selalu dalam keceriaan, memang terlihat dari luar. terbalut senyuman dan derai tawa, itu juga gambaran diriku. Namun tak bisa dipungkiri setiap manusia selalu punya waktu untuk butuh orang lain. Makhluk sosial biasa disebut begitu. dalam hidupnya tak mungkin mengalami kesenderian terus menerus yang segalanya dapat diatasi sendiri. Aku butuh orang lain dan sebaliknya juga.
Begitu hebat yang terasa akhir minggu lalu, saat semuanya pecah dalam sebuah titik waktu. Merasa galau, enggan dan sendiri. Hingga membaca sebuah rangkaian kalimat dalam sebuah sinopsis buku pun aku menangis. Sebelum ini sama sekali aku belum merasakan kejemuan dengan ketidakadanya seseorang sebagai tempat sandaranku, tetapi kenapa kini terjadi...
terluka melihat berpasang-pasang manusia yang melaluiku dengan keintiman yang penuh makna. Toh bukan keintiman seperti itu yang kuminta, hanya sedikit perhatian dan perlindungan dari seorang Adam.
Khusus untuk malam itu aku merasa sendiri, baiklah kataku. Mungkin aku butuh saat-saat seperti ini, sekedar untuk mengingatkanku bahwa aku juga butuh pendamping, sekedar memberi warning bahwa aku tak semata-mata hanya mengejar keegoisan diri. Mengucap terima kasih kepada Sang Khaliq yang telah menegurku dengan jalan seperti ini.
" Dan tak kupungkiri bahwa sebagian dari ketegaranku ada di toko buku ini - Gramedia"
Sebaik - baik sahabat adalah pena...
Ketika tak seorang pun ada untuk ku saat aku butuh telinga untuk mendengar semuanya, hanya ALLAH SWT yang mampu melakukannya. Selalu dalam keceriaan, memang terlihat dari luar. terbalut senyuman dan derai tawa, itu juga gambaran diriku. Namun tak bisa dipungkiri setiap manusia selalu punya waktu untuk butuh orang lain. Makhluk sosial biasa disebut begitu. dalam hidupnya tak mungkin mengalami kesenderian terus menerus yang segalanya dapat diatasi sendiri. Aku butuh orang lain dan sebaliknya juga.
Begitu hebat yang terasa akhir minggu lalu, saat semuanya pecah dalam sebuah titik waktu. Merasa galau, enggan dan sendiri. Hingga membaca sebuah rangkaian kalimat dalam sebuah sinopsis buku pun aku menangis. Sebelum ini sama sekali aku belum merasakan kejemuan dengan ketidakadanya seseorang sebagai tempat sandaranku, tetapi kenapa kini terjadi...
terluka melihat berpasang-pasang manusia yang melaluiku dengan keintiman yang penuh makna. Toh bukan keintiman seperti itu yang kuminta, hanya sedikit perhatian dan perlindungan dari seorang Adam.
Khusus untuk malam itu aku merasa sendiri, baiklah kataku. Mungkin aku butuh saat-saat seperti ini, sekedar untuk mengingatkanku bahwa aku juga butuh pendamping, sekedar memberi warning bahwa aku tak semata-mata hanya mengejar keegoisan diri. Mengucap terima kasih kepada Sang Khaliq yang telah menegurku dengan jalan seperti ini.
" Dan tak kupungkiri bahwa sebagian dari ketegaranku ada di toko buku ini - Gramedia"
Jumat, 16 September 2011
Dalam Sebuah Semangat dan Keceriaan
Dengan ilmu hidup jadi mudah. Dengan seni dan cinta hidup jadi indah. Dengan agama, hidup jadi terarah. Dengan semangat dan keceriaan hidup jadi bergairah.
Beberapa orang menaruh jempolnya saat status di facebook saya seperti yang tertera di atas. Mungkin hanya sekedar menyukai kalimat tersebut ataukah memang mempunyai pemahaman yang sama. Rangkaian kalimat tersebut saya temukan dalam sebuah catatan seseorang. Saya tuliskan, dengan harapan mungkin bisa berguna bagi orang lain. Menurut saya, pendidikan merupakan sebuah investasi yang " not exhausted by the time". Taruhlah kita mengesampingkan pemikiran " bahwa semakin tinggi ilmunya semakin tinggi pula gajinya", meski pemikiran ini juga tidak salah. Pandang bahwa dengan ilmu yang kita miliki kita mampu memberikan manfaat utnuk orang lain, manfaat positif tentunya. Pandang sebagai ibadah, alasan mengapa kita harus selalu menambah wawasan ilmu kita. Dengan ilmu hidup jadi mudah, semuanya akan terasa tak sulit jika kita mengetahui aturan mainnya.
Seni tanpa cinta.
Dan cinta tanpa seni. How?
Menurut saya juga, seni dan cinta disini dalam konteks kecintaan akan hidup. Kecintaan akan makhluk hidup. Kecintaan kita kepada Allah SWT akan membuat kita menikmati keindahan akan beragama, kecintaan kita kepada manusia (yang tentunya tidak melebihi porsi cinta kita kepada Allah SWT) akan menjadikan kita menghargai seni hasil karya Nya. Mencintai alam akan lebih membuat kita membuka mata akan keindahan hidup. Setiap manusia memiliki caranya sendiri untuk menyenikan kecintaan merekadan mereka juga mempunyai pola sendiri utnuk menikmati keindahan itu.
Tuntunan agama yang mengarahkan. Tak ada agama yang mengajarkan keburukan saya kira. tak satu pun. Setiap agama mengarahkan sebuah kehidupan. Itu mutlak.
Hal terakhir yang cukup mendorong terciptanya sebuah kolaborasi spektakuler adalah semangat dan tentu keceriaan. Semangat yang selalu saya percayai, Semangat pagi. Akan selalu seperti itu dan semoga terpupuk seperti itu. Meski petang, tengah hari, tengah malam, semangat itu akan terbangun dalam semangat pagi. Semangat yang selalu menghasilkan keceriaan, keceriaan yang diikuti untuk selalu beribadah dengan menebarkan senyum. Meski di dalam tak ketegaran namun di luar akan selalu tegar dengan senyum keceriaan dan semangat penuhnya.
Kembali bagaimana kita memandang hidup dan menyikapinya.
Berusaha dan memimpikannya atau memimpikannya dan mulai berusaha.
semangat pagi!
Beberapa orang menaruh jempolnya saat status di facebook saya seperti yang tertera di atas. Mungkin hanya sekedar menyukai kalimat tersebut ataukah memang mempunyai pemahaman yang sama. Rangkaian kalimat tersebut saya temukan dalam sebuah catatan seseorang. Saya tuliskan, dengan harapan mungkin bisa berguna bagi orang lain. Menurut saya, pendidikan merupakan sebuah investasi yang " not exhausted by the time". Taruhlah kita mengesampingkan pemikiran " bahwa semakin tinggi ilmunya semakin tinggi pula gajinya", meski pemikiran ini juga tidak salah. Pandang bahwa dengan ilmu yang kita miliki kita mampu memberikan manfaat utnuk orang lain, manfaat positif tentunya. Pandang sebagai ibadah, alasan mengapa kita harus selalu menambah wawasan ilmu kita. Dengan ilmu hidup jadi mudah, semuanya akan terasa tak sulit jika kita mengetahui aturan mainnya.
Seni tanpa cinta.
Dan cinta tanpa seni. How?
Menurut saya juga, seni dan cinta disini dalam konteks kecintaan akan hidup. Kecintaan akan makhluk hidup. Kecintaan kita kepada Allah SWT akan membuat kita menikmati keindahan akan beragama, kecintaan kita kepada manusia (yang tentunya tidak melebihi porsi cinta kita kepada Allah SWT) akan menjadikan kita menghargai seni hasil karya Nya. Mencintai alam akan lebih membuat kita membuka mata akan keindahan hidup. Setiap manusia memiliki caranya sendiri untuk menyenikan kecintaan merekadan mereka juga mempunyai pola sendiri utnuk menikmati keindahan itu.
Tuntunan agama yang mengarahkan. Tak ada agama yang mengajarkan keburukan saya kira. tak satu pun. Setiap agama mengarahkan sebuah kehidupan. Itu mutlak.
Hal terakhir yang cukup mendorong terciptanya sebuah kolaborasi spektakuler adalah semangat dan tentu keceriaan. Semangat yang selalu saya percayai, Semangat pagi. Akan selalu seperti itu dan semoga terpupuk seperti itu. Meski petang, tengah hari, tengah malam, semangat itu akan terbangun dalam semangat pagi. Semangat yang selalu menghasilkan keceriaan, keceriaan yang diikuti untuk selalu beribadah dengan menebarkan senyum. Meski di dalam tak ketegaran namun di luar akan selalu tegar dengan senyum keceriaan dan semangat penuhnya.
Kembali bagaimana kita memandang hidup dan menyikapinya.
Berusaha dan memimpikannya atau memimpikannya dan mulai berusaha.
semangat pagi!
Rabu, 14 September 2011
Saku, handphone dan uang kertas
Semalam terjadi lagi. Sebuah kehilangan.
Kebiasaan yang jelas merugikan untukku. Menaruh uang di saku bersama dengan handphone. Padahal dompet juga ku bawa serta setiap pergi kemana-mana. Namun, hal itu terjadi lagi. Kebiasaan buruk yang pertama, yah itu tadi, menaruh uang di saku celana sebelah kiri bersama dengan handphone. Kali ini terjadi semalam, saat aku pulang dari lapangan bulutangkis. Dengan mengenakan training, kumasukkan selembar uang berwarna merah muda dan selembar uang berwarna biru. Pun juga tak lupa handphone pada saku yang sama. Kenapa di saku celana sebelah kiri? karena akan lebih mudah mengambil handphone jika ada di saku sebelah kiri daripada di saku sebelah kanan..... saat mengendarai motor.
Ini dia kebiasaan yang kedua, yang juga merugikanku ( mungkin juga kalian) . Tetap berkutat dengan handphone dan segala kemudahan fasilitasnya saat berkendara. Setiap ada SMS atau Telepon pasti akan ku lihat saat itu juga ( kalau memang menyadari ada yang bergetar di saku celana). Sekali lagi jangan contoh hal ini, karena selain merugikan juga membahayakan. Beberapa orang teman harus menginap di hotel "Rumah sakit" juga gara-gara handphone dan jalan raya.
20 meter hampir samapi di rumah ada sebuah SMS, dan aku ambil handphone dari saku dan membacanya. Oh, dari "Si Ini". Masih juga tak sadar. Beberapa saat kemudian saat akan menuju ke kamar kecil dan akan memberikan uang untuk Ibu, tiba-tiba tersadarlah aku. Uang itu raib, hilang, lenyap dan tak berbekas. Kucari-cari di sekililing kamar, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur. Dan tetap saja hasilnya nihil. Akhirnya ku putuskan untuk mengikuti alur pikiran ku. " Mungkin saja uang itu terjatuh saat aku mengambil handphone dari saku tadi".
Aku berjalan keluar rumah, mengamati sekitar dan tetap nihil. Teras kemudian menjadi sasaranku. Kemudian jalan di depan rumah. Sampai - sampai kutelusuri jalan yang tadi kulalui dengan berjalan kaki dan melihat ke bawah layaknya seoarang anak mencari mainannya yang hilang. Tak ketemu juga.
Dengan keadaan penerangan yang seperti ini, mustahil orang yang ada di jalan itu tidak mengenali uang kertas seratus ribuan dan uang lima puluh ribuan. Kuputuskan kembali ke rumah dengan muka tertunduk lesu dan mulai menceritakan kepada Ibuku. Beliau mendengarnya dengan saksama dan mengulangi usahaku tadi. tak ketemu juga. Akhirnya juga harus aku ikhlaskan uang itu. mungkin Allah SWT menegurku dengan cara seperti ini supaya aku menjadi pribadi yang lebih mensyukuri nikmat yang telah Ia berikan serta lebih peka melihat yang di bawah untuk bisa membantu mereka dalam hidupnya.
semoga kan selalu teringat dan bisa memperbaiki kebiasaan buruk ini.
Don't try this at home!
Kebiasaan yang jelas merugikan untukku. Menaruh uang di saku bersama dengan handphone. Padahal dompet juga ku bawa serta setiap pergi kemana-mana. Namun, hal itu terjadi lagi. Kebiasaan buruk yang pertama, yah itu tadi, menaruh uang di saku celana sebelah kiri bersama dengan handphone. Kali ini terjadi semalam, saat aku pulang dari lapangan bulutangkis. Dengan mengenakan training, kumasukkan selembar uang berwarna merah muda dan selembar uang berwarna biru. Pun juga tak lupa handphone pada saku yang sama. Kenapa di saku celana sebelah kiri? karena akan lebih mudah mengambil handphone jika ada di saku sebelah kiri daripada di saku sebelah kanan..... saat mengendarai motor.
Ini dia kebiasaan yang kedua, yang juga merugikanku ( mungkin juga kalian) . Tetap berkutat dengan handphone dan segala kemudahan fasilitasnya saat berkendara. Setiap ada SMS atau Telepon pasti akan ku lihat saat itu juga ( kalau memang menyadari ada yang bergetar di saku celana). Sekali lagi jangan contoh hal ini, karena selain merugikan juga membahayakan. Beberapa orang teman harus menginap di hotel "Rumah sakit" juga gara-gara handphone dan jalan raya.
20 meter hampir samapi di rumah ada sebuah SMS, dan aku ambil handphone dari saku dan membacanya. Oh, dari "Si Ini". Masih juga tak sadar. Beberapa saat kemudian saat akan menuju ke kamar kecil dan akan memberikan uang untuk Ibu, tiba-tiba tersadarlah aku. Uang itu raib, hilang, lenyap dan tak berbekas. Kucari-cari di sekililing kamar, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur. Dan tetap saja hasilnya nihil. Akhirnya ku putuskan untuk mengikuti alur pikiran ku. " Mungkin saja uang itu terjatuh saat aku mengambil handphone dari saku tadi".
Aku berjalan keluar rumah, mengamati sekitar dan tetap nihil. Teras kemudian menjadi sasaranku. Kemudian jalan di depan rumah. Sampai - sampai kutelusuri jalan yang tadi kulalui dengan berjalan kaki dan melihat ke bawah layaknya seoarang anak mencari mainannya yang hilang. Tak ketemu juga.
Dengan keadaan penerangan yang seperti ini, mustahil orang yang ada di jalan itu tidak mengenali uang kertas seratus ribuan dan uang lima puluh ribuan. Kuputuskan kembali ke rumah dengan muka tertunduk lesu dan mulai menceritakan kepada Ibuku. Beliau mendengarnya dengan saksama dan mengulangi usahaku tadi. tak ketemu juga. Akhirnya juga harus aku ikhlaskan uang itu. mungkin Allah SWT menegurku dengan cara seperti ini supaya aku menjadi pribadi yang lebih mensyukuri nikmat yang telah Ia berikan serta lebih peka melihat yang di bawah untuk bisa membantu mereka dalam hidupnya.
semoga kan selalu teringat dan bisa memperbaiki kebiasaan buruk ini.
Don't try this at home!
Selasa, 13 September 2011
Berawal dari mimpi dan berakhir pada sebuah ikhtiar
Beberapa jam yang lalu baru saja ku khatamkan membaca sebuah buku karya Donny Dirgantoro, yah, 2. Lanjutan dari sekuel 5 cm. Bukan lanjutan sepertinya hanya memang ditulis oleh pengarang yang sama. Namun tetap dalam sebuah tujuan yang menguatkan. motivasi. Bagaimana sosok penulis telah mampu membawa ku ke dalam alur ceritanya. Tentang cinta, perjuangan keras melawan hidup, waktu, bulutangkis, dan kepercayaan diri yang begitu luar biasa. Tergambarkan bagaimana sebuah keluarga yang melahirkan cinta mati nya terhadap bulutangkis, menjadikan bulutangkis menjadi jalan hidupnya. Sinkron dengan apa yang aku alami. Keluarga yang tumbuh karena kecintaan terhadap bulutangkis. Hanya saja kami berbeda. Keluarga Gusni. Keluarga Gita. Keluarga atlet yang begitu gigihnya memperjuangkan bagaimana shuttlecock dapat tetap ada di hati rakyat Indonesi melalui tetes keringat mereka. Keluargaku tak jauh dari itu semua. Berawal dari bulutangkis yang akhirnya mampu menghidupi kami semua. Pendidikan, sesuap nasi dan bahkan kebahagiaan kami.
Satu poin lebih ku dapati bahwa. Ini bulutangkis dan ini Indonesia.
Poin lain yang kuperoleh dari buku ini adalah perjuangan keras seorang Gusni menghadapi maut dan penyakit yang mungkin tak bersahabat dengan waktu yang tak bisa diajak kompromi juga. Suatu waktu akan membuatnya terpisah dan meninggalkan kecintaan hidupnya. Namun terlepas itu semua Ia tak pernah menyerah. Gusni berani mencintai, dan Ia mencintai dengan berani. Berani mencintai hidupnya, berani mencintai bulutangkis nya, berani mencintai orang-orang yang ada untuknya saat terpuruk parah, berani mencintai Indonesia dengan Dwi Warna di dadanya. Jangan pernah meremehkan kekutan manusia karena Tuhan sendiri pun tidak.
Aku percaya itu, selama kita masih terus berusaha, selama kita masih menengadahkan tangan untuk memohon padaNYA, maka tidak ada yang tidak mungkin. Siapa lagi yang akan memperjuangkan hidup kita kalau bukan kita sendiri, dan aku lah sendiri yang akan mengilustrasikan apa yang akan aku impikan. Dan aku juga yang akan berusaha dengan menanamkan impian itu 5cm di depan keningku. Lalu meraihnya. Bukan hanya soal sebuah buku, tapi ini adalah perihal sebuah kebulatan tekad mengahadapi sesuatu yang tak kau sangka sebelumnya.
Satu poin lebih ku dapati bahwa. Ini bulutangkis dan ini Indonesia.
Poin lain yang kuperoleh dari buku ini adalah perjuangan keras seorang Gusni menghadapi maut dan penyakit yang mungkin tak bersahabat dengan waktu yang tak bisa diajak kompromi juga. Suatu waktu akan membuatnya terpisah dan meninggalkan kecintaan hidupnya. Namun terlepas itu semua Ia tak pernah menyerah. Gusni berani mencintai, dan Ia mencintai dengan berani. Berani mencintai hidupnya, berani mencintai bulutangkis nya, berani mencintai orang-orang yang ada untuknya saat terpuruk parah, berani mencintai Indonesia dengan Dwi Warna di dadanya. Jangan pernah meremehkan kekutan manusia karena Tuhan sendiri pun tidak.
Aku percaya itu, selama kita masih terus berusaha, selama kita masih menengadahkan tangan untuk memohon padaNYA, maka tidak ada yang tidak mungkin. Siapa lagi yang akan memperjuangkan hidup kita kalau bukan kita sendiri, dan aku lah sendiri yang akan mengilustrasikan apa yang akan aku impikan. Dan aku juga yang akan berusaha dengan menanamkan impian itu 5cm di depan keningku. Lalu meraihnya. Bukan hanya soal sebuah buku, tapi ini adalah perihal sebuah kebulatan tekad mengahadapi sesuatu yang tak kau sangka sebelumnya.
Minggu, 04 September 2011
Sepenggal Cerita Ayah
Ramadhan telah terlewati. Hari kemenangan pun datang kembali. Meski tak tahu haruskah kesedihan dan kesenangan itu akan menjadi satu. Kesedihan akan perginya Ramadhan yang begitu menguntungkan ataukah dalam waktu yang sama kesenangan juga harus dimunculkan karena kedatangan Hari yang menunjukkan kembalinya kita ke fitrah. Saat sanak saudara berkumpul, saling mengucap maaf, saling berbagi "salam tempel" ( namun sepertinya tidak denganku). Sejak kecil tak diajarkan dan tak pula ku alami mendulang uang THR dari saudara-saudara tua. Hanya karena Ayahku adalah orang yang dianggap paling berhasil dari sekian anak kakek dan nenek. Kami keluarga yangberangkat dari keluarga tak berada, keluarga yang sebagian besar tak menamatkan pendidikan dasarnya. Pengalaman yang tak memadai untuk mengarungi hidup. Semua anak dari kakek dan nenek dari AYAH tak ada yang mengenyam bangku sekolah lanjutan bahkan beberapa juga tak tamat SD. Ayahku sendiri tak bisa melanjutkan ke bangku SMP. Selalu kuingat saat Ayah berulang kali menceritakan pengalaman hidupnya semasa susah dulu. Ayah kecil harus bekerja sebagai buruh saat pulang sekolah, saat liburan sekolah. Selain menjadi buruh, Ayah juga berkeliling untuk menjual kayu bakar atau sebatas daun pisang. Uang yang diperoleh Ayah niatnya akan digunakan untuk melanjutklan sekolah. Ayah menyimpan uang itu dalam bambu yang telah diberi lubang untuk memasukkan uang. Namun sungguh tak beruntung Ayahku ini. Setelah berbulan bulan menabung untuk sekolah, uang itu diambil nenek untuk menikahkan Budhe. Ayah memang menyembunyikan uang simpanan itu dari nenek karena jika nenek tahu Ayah menabung pasti akan diminta untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Maklum saat itu nenek dan kakek tak begitu mengedepankan pendidikan putra putrinya. Kelima anak kakek dan nenek mengalami nasib yang sama pada pendidikannya. Hal itulah yang menjadikan kebulatan tekad Ayah untuk benar-benar menyekolahkan anak-anak nya melebihi beliau. " Kalau aku hanya bisa tamat SD, tidak berlaku untukmu dan adik", kalimat itu sering sekali aku dengar dari Ayah. Meski harus terseok seok, Ayah dan Ibu tetap memperjuangkan bagaimana kami harus terus sekolah. Semangatku untuk sekolah pun juga tak pernah padam. Sampai ketika selepas SMA, Ayah memohon untuk menunda kuliah tahun depan. Aku sangat berat. Hingga aku memutuskan untuk bekerja hanya demi membeli formulir pendaftaran.
Setiap Lebaran, rekaman cerita-cerita Ayah selalu kembali terputar dalam ingatanku. Saat keluarga Ayah berkumpul. Kupandangi mereka satu persatu, meski tak separah alur cerita hidup Ayah dan saudara-saudaranya namun sepupu-sepupu ku juga tak begitu beruntung. Mereka tetap dalam keterbatasan dan tak ada kesadaran akan memperbaiki pendidikan putera puterinya. Miris menyaksikan itu semua mengingat Ayah telah berhasil. Melihatku memakai toga. Sedangkan keponakan-keponakannya?
Mereka tak tergerak, meski Ayah selalu membantu finansial mereka. Aku belum bisa melakukan apa-apa untuk mereka YA ROBB. Hanya lewat doa dan harapan kepadaMU, semoga mereka dapat melewati ini semua. Aku percaya Engkau tidak akan memberikan ujian kepada seorang hamba di luar batas kemampuannya. Dan semoga aku bisa membantu mereka, sekali lagi tidak hanya lewat doa.
Setiap Lebaran, rekaman cerita-cerita Ayah selalu kembali terputar dalam ingatanku. Saat keluarga Ayah berkumpul. Kupandangi mereka satu persatu, meski tak separah alur cerita hidup Ayah dan saudara-saudaranya namun sepupu-sepupu ku juga tak begitu beruntung. Mereka tetap dalam keterbatasan dan tak ada kesadaran akan memperbaiki pendidikan putera puterinya. Miris menyaksikan itu semua mengingat Ayah telah berhasil. Melihatku memakai toga. Sedangkan keponakan-keponakannya?
Mereka tak tergerak, meski Ayah selalu membantu finansial mereka. Aku belum bisa melakukan apa-apa untuk mereka YA ROBB. Hanya lewat doa dan harapan kepadaMU, semoga mereka dapat melewati ini semua. Aku percaya Engkau tidak akan memberikan ujian kepada seorang hamba di luar batas kemampuannya. Dan semoga aku bisa membantu mereka, sekali lagi tidak hanya lewat doa.
Rabu, 24 Agustus 2011
persiapan untuk anak sholeh dan sholehah
Dosamu akan berkurang dengan bantuan lantunan doa sosok yang dulu kau timang. Anak yang sholeh dan sholehah. Itu kalimat ustadz di akhir tarawih. Kutengadahkan wajah, kulihat kalimah ALLAH disana, pada batas masjid.
Anak Sholeh dan sholehah?
Kulirik perutku...dan rata saja sepertinya. Tentu saja, tak akan ada apa-apa di balik perutku. Liliput kecil berkostum putih dengan dua buah sayap dilengannya sedang terbang bebas mengitari ruang perutku. Geli! (dan plokkk...hanya angan-angan!!!)
Get It! Itu misinya. Dan jangka panjang pula
ANAK SHOLEH DAN SHOLEHAH YANG BISA MENGURANGI DOSAKU KELAK DI AKHIRAT
Menarik nafas panjang dan cukup membuatku terengah-engah. Woww, ternyata seorang lajang memikul tugas yang sangat berat. Bukan hal kecil dan sederhana jika ingin menghasilkan keberhasilan luarbiasa seperti itu. Jelaslah dibutuhkan:
Seorang teman bertanya kepadaku: " Temen-temen kita udah pada punya anak, ya? kapan kamu nyusul?"
Dan saya pun menjawab : " Kalau Allah telah mempercayakan mereka untuk jadi orangtua berarti memang mereka sudah siap menurut Allah. Jika detik ini kau belum melihat darah dagingku di pangkuan mungkin memang Allah belum mempercayaiku dengan " anak itu" dan juga mungkin berarti ada hal lain yang perlu lebih dipersiapkan lagi!" jawabku panjang lebar...
Anak Sholeh dan sholehah?
Kulirik perutku...dan rata saja sepertinya. Tentu saja, tak akan ada apa-apa di balik perutku. Liliput kecil berkostum putih dengan dua buah sayap dilengannya sedang terbang bebas mengitari ruang perutku. Geli! (dan plokkk...hanya angan-angan!!!)
Get It! Itu misinya. Dan jangka panjang pula
ANAK SHOLEH DAN SHOLEHAH YANG BISA MENGURANGI DOSAKU KELAK DI AKHIRAT
Menarik nafas panjang dan cukup membuatku terengah-engah. Woww, ternyata seorang lajang memikul tugas yang sangat berat. Bukan hal kecil dan sederhana jika ingin menghasilkan keberhasilan luarbiasa seperti itu. Jelaslah dibutuhkan:
- Dua orang manusia yang beda jenis yang nantinya mereka sebut dengan "Bun....Bunda dan Yah....Ayah!" Tentu dengan kompetensi pendidik, kompetensi persahabatan, kompetensi perlindungan, kompetensi kesabaran dan mungkin kompetensi-kompetensi lain sejalur dengan lembaran kalender "SI ANAK"
- Habitat, populasi, komunitas, ekosistem hingga bioma yang mensupport " Si Anak" untuk berlabel sholeh dan sholehah
- Plafon yang berjudul "GAK ADA HABISNYA". Tentu tak sedikit budget untuk menghasilkan anak berlabel "sholeh dan sholehah", untuk berlabel JUARA OLIMPIADE saja itu cukup untuk kita tengok apalagi anak dengan berlabel SHOLEH dan SHOLEHAH.
- Manajemen waktu yang berjulukan " efisien dan tepat guna", apa yang harus kita beri pada anak berlabel "SHOLEH dan SHOLEHAH" jika perkembangan jaman begitu cepatnya (mungkin mengalahkan kecepatan cahaya). Usia X tahunn sudah pandai "ini itu" sekarang, Usia X tahun saat kita dulu baru bisa "ini ini". Ilustrasi apa yang kita tangkap saat " SI ANAK SHOLEH dan SHOLEHAH ini beranjak dewasa kelak?'
Seorang teman bertanya kepadaku: " Temen-temen kita udah pada punya anak, ya? kapan kamu nyusul?"
Dan saya pun menjawab : " Kalau Allah telah mempercayakan mereka untuk jadi orangtua berarti memang mereka sudah siap menurut Allah. Jika detik ini kau belum melihat darah dagingku di pangkuan mungkin memang Allah belum mempercayaiku dengan " anak itu" dan juga mungkin berarti ada hal lain yang perlu lebih dipersiapkan lagi!" jawabku panjang lebar...
Langganan:
Postingan (Atom)