Selasa, 10 April 2012

mulai dan akhir

kuputar kembali detik-detik itu dalam memori
sejenak muncul sepercik sesal
namun juga tidak,
tak boleh ada sesal karena ini adanya.
memang berbeda
tapi kenapa dengan waktu dan masa yang secepat itu ku iyakan
ya, seakan ku iyakan perintah takdir
tanpa aku berontak mengubahnya
kekuatan untuk mengubahnya pasti ada
dan Allah pasti memberinya, meski takdir itu masih bisa dirubah Nya
who knows??
sekarang bantu aku dengan apa aku harus?
bagaimana aku harus?
beri aku alasan yang memberatkan untuk memilih satu diantara dua jalan ini.
memulai ataukah mengakhiri?

Kamis, 05 April 2012

senja dan siluetnya

Daun-daun itu berserakan
kuning tua tertarik dalam tiap seratnya,
rantingnya rapuh
meski mampu menyangga berhelai-helai lembaran jingga di atas sana...
Berharap kilauan siluet senja nanti menambah keanggunan sang inspirasi..



*tengah - beratapkan daun kuning tua - kecerahan langit - tanah berserakan guguran daun kering*

Rabu, 15 Februari 2012

Praduga ku

Menguap dalam sekejap,
tak kuduga secepat ini
belum genap dua kali tiga puluh hari
kehadiranku terasa terhempas
rindumu tak sepenuh bejana kosong pertengahan Desember lalu

dan kini...
"aku tak ber Semangat beberapa hari ini", katamu
apa arti tak ber semangatmu?

Minggu, 12 Februari 2012

AKU, KAMU, KITA, KALIAN DALAM PERTEMUAN DAN PERPISAHAN



Semua orang pernah mengalami pertemuan dan perpisahan termasuk Aku, kamu, kita dan kalian, ini seperti dua sisi kepingan uang logam. Datang dan pergi semudah membalikkan kedua sisinya, dekat dalam satu waktu dan kemudian menjauh dalam rentang waktu yang tak pernah diketahui kapan kembali bertemu.

Aku, Kamu, Kita, dan kalian pernah bertemu, mengenal, lalu dekat kemudian berteman, berbagi bahagia, sedih, suka, duka, marah, kecewa, bahkan mungkin kita pernah saling membenci sesaat.
Aku memiliki kamu, kamu memiliki aku, kita saling memiliki dan kalian memiliki aku seperti, aku memiliki kalian. Saling menjaga dan ada untuk satu sama lain menjadi jalan untuk bertahan ditengah pencarian jati diri serta deruan dari proses hidup kita masing-masing.

Menikmati hangatnya matahari, menghitung bintang, menonton pendar-pendar cahaya bulan, melukis pelangi, menari tarian hujan, menggenggam angin, berjalan di atas air, mengukir batu, dan kita melakukan banyak hal dalam catatan kemungkinan dan ketidakmungkinan realitas dunia. Impian, harapan, cinta dan cita-cita pun dibagi bersama-sama walau tujuan kita berbeda. Tertawa geli hingga kegilaan pun angkat tangan, menghapus air mata sedih, sakit, dan kecewa hingga malaikat merentangkan sayap dalam diam, merajai amarah lalu maaf kadang sulit diberi hingga setan pun takut akan mahakaryanya sendiri. Kegagalan dan keberhasilan antara Aku, kamu, Kita dan kalian menjadi tali mengikat yang suka atau tidak suka pernah menjadi jalan petualangan dalam pertemanan ini.

Aku, Kamu, kita dan kalian pernah berpisah baik dalam kurun waktu pendek dan panjang,atau bahkan kita mungkin belum bertemu kembali sampai sekarang. Ada banyak hal yang membuat perpisahan ini harus menjadi jalan, mungkin salah satunya karena cinta dan cita-cita atau mungkin karena saling mempertahankan sengketa kebenaran ego masing-masing, hingga sulitnya berkata maaf dan bahkan untuk memaafkan. Ini bisa menjadi salah satu jalan perpisahan yang menyakitkan disadari atau tidak disadari. Tak ada yang salah dalam perpisahan, sama seperti tak ada yang salah dengan pertemuan. Aku, Kamu, Kita dan kalian akan belajar memahami arti satu sama lain dalam perpisahan, karena perpisahan mengajarkan kerinduan sama seperti pertemuan mengajarkan perkenalan antara Aku, Kamu, kita dan kalian.

Dan ketika kerinduan itu datang di antara aku, kamu, kita dan kalian, maka proses belajar merindukan pun dimulai. Ada kerinduan dalam kebutuhan layaknya tanah kering menanti nyanyian hujan. Ada kerinduan dalam kebersamaan layaknya puluhan instrument orkestra menghasilkan simphoni. Ada kerinduan dalam tawa dan tangis layaknya sang pendongeng yang menghanyutkan pendengar dalam arus cerita. Ada kerinduan dalam keingintahuan layaknya anak-anak dengan sejuta pertanyaan yang tak pernah terpuaskan.

Dalam perpisahan yang terentang jarak. hanya hatilah yang memiliki kejujuran dan berani mengungkapkan walau ego bersikeras menentang. Karena hanya hati yang bisa berkata tanpa harus diucapkan, hanya hati yang bisa melihat dan menyentuh tanpa bertemu, dan hanya hati yang bisa mendengar bahwa ada kerinduan juga disebrang sana yang memanggil-manggil. Kerinduan yang tak bisa dilepas tuntas dengan hanya pertemuan fisik saja. Bukan hanya kerinduan untuk melihat, mendengar dan memeluknya lagi untuk kesekian kali, tetapi kerinduan untuk merasakan kembali rasa yang pernah dilalui.

Tak pernah ada yang tahu sampai kapan pertemuan akan menjamu kembali, ketika saat itu akhirnya tiba maka aku, kamu, kita dan kalian bisa duduk kembali saling bertukar pandang melaui mata juga hati, menikmati hari bersama kopi, teh dan lalu ritual penebusan untuk waktu yang hilang pun dimulai. Saling menanyakan kabar, menyisihkan keangkuhan ego, hanyut dalam cerita-cerita yang lalu dan baru. Sekarang roda pertemuan pun berputar dengan petualangan baru yang siap direntas. Merentangkan sayap lalu terbang, membagi ketakutan dan kemenangan dengan senyum, hingga nanti perpisahan memanggil kembali dan pertemuan pun siap pada posisinya.


Teruntuk kalian yang pernah mengisi bagian kehidupanku dengan segala rasa yang pernah ada dalam dunia”

Tertanda
              Anna

Kamis, 26 Januari 2012

Haruskah mengalah dengan keegoisan?

Sebuah kebimbangan antara beberapa pilihan yang sebenarnya sudah teridentifikasi sejak lama. Apakah harus memilih concern ke pendidikan ataukan concern ke persiapan sebuah ladang  ibadah yang sebenarnya. Satu sisi, seseorang telah ditemukan untuk siap mengarungi sebuah bahtera yang mungkin  bisa disebut rumah tangga, hanya hanya kemantapan untuk kesana memang belumpada puncaknya. Di sisi lain keinginan untuk tetap berkecimpung di bangku kuliah tak pernah surut. Ini memang masalah dasar, finansial dan pilihan. Apakah harus mengesampingkan nafsu belajar untuk meraih sebuah pernikahan ataukah tetap keukeuh dengan keegoisan baik di jalur pembelajaran. Sungguh dilema memang. Entah tak tahu harus berbuat apa. Seorang sahabat yang memiliki keegoisan sama layaknya aku berkata, kita tetep harus kejar apa yang jadi cita-cita kita, tapi sebelum itu terjadi kita harus menemukan seseorang yang bisa ngedukung kita untuk mengejar cita-cita itu. sebelum melanjutkan S2  kita musti dapat seseorang itu. WOW!! seperti inikah???
Finansial? Tak mungkin dipungkiri, ini menjadi hal penting yang mendukung segala sesuatunya. Apakah harus menabung untuk kuliah dulu ataukah untuk persiapan pernikahan?
Kembali menjadi dilema. Atau kah harus berusaha lebih ekstra untuk mendapatkan keduanya?
Aku memang terbiasa hidup dengan kerja keras, dengan segala kemandirian dalam hal finansial.
namun apakah dengan keegoisanku ini aku juga harus mengesampingkan kebahagiaan keluargaku, apakah aku telah membuat kedua orangtuaku bangga denganku? Apakah dengan semua ini setelah 23 tahun aku bersama mereka, mereka sudah aku bahagiakan?
Apa yang sudah aku berikan kepada mereka?
Adikku? Apakah aku harus mengesampingkan urusanku sendiri demi mereka?
Mana yang harus aku prioritaskan lebih dulu Ya Robb?
menjadi dewasa tidak berarti segalanya dapat diatasi, semakin dewasa maka permasalahan yang engkau hadapi juga dalam tingkat kematangannya, namun sebuah keyakinan akan petunjuk Allah akan datang kepada hamba yang selalu meminta, selalu berusaha dan tak berhenti berdoa. Ujian itu ada dan diberikan pada hamba yang mampu melewatinya.
Pasti Bisa terpecahkan kebimbangan ini!!SEMANGAT!